WASHINGTON D.C, AS – Media OutReach Newswire – Menteri Pertanian dan Lingkungan Vietnam, Do Duc Duy, berencana memimpin delegasi yang terdiri dari hampir 50 lembaga, perusahaan agribisnis, dan asosiasi untuk menjajaki peluang peningkatan perdagangan serta impor produk agrifood dan kayu dari Amerika Serikat pada periode 1-7 Juni 2025. Delegasi tersebut dijadwalkan mengikuti dialog bisnis di Iowa, Ohio, dan Washington D.C. Para pelaku agribisnis Vietnam siap mencari mitra dari AS untuk membeli komoditas seperti pakan ternak, pupuk, biopestisida, produk daging, seafood beku, dan kayu mentah.
Memperdalam Kemitraan Strategis Komprehensif
Kunjungan ini bertujuan mendorong perdagangan bilateral sekaligus membuka peluang baru bagi Vietnam untuk mengimpor lebih banyak produk agrifood dan kayu dari AS, guna membantu menyeimbangkan neraca perdagangan kedua negara. Selain perdagangan, delegasi Vietnam berharap dapat mengakses teknologi terbaru demi meningkatkan daya saing rantai nilai nasional.
Menurut Menteri Do Duc Duy, sektor pertanian Vietnam dan AS memiliki kekuatan yang saling melengkapi, bukan saling bersaing. “Dengan dukungan aktif dari pemerintah kedua negara, sektor pertanian Vietnam dan AS semakin terhubung. Kini kami bahkan berbagi rantai pasokan yang sama, meningkatkan daya saing serta mendukung produsen dan konsumen di masing-masing negara. Pelaku agribisnis Vietnam bekerja sama erat dengan pemerintah untuk meningkatkan pembelian produk agrifood dan kayu dari AS. Upaya ini membantu menyeimbangkan perdagangan bilateral sekaligus memperkuat rantai pasokan pertanian antara kedua negara, berkontribusi pada ketahanan pangan global,” ungkap Menteri Do Duc Duy.
Pada September 2024, delegasi agribisnis AS terbesar sepanjang sejarah mengunjungi Hanoi guna memperingati satu tahun Kemitraan Strategis Komprehensif Vietnam-AS. Dipimpin oleh Deputi Sekretaris USDA Alexis Taylor, delegasi ini terdiri dari perwakilan dari sembilan pemerintah negara bagian, 35 perusahaan, dan 25 asosiasi industri besar. Kunjungan ini menegaskan meningkatnya minat bisnis AS di pasar Vietnam.
Selain meningkatkan perdagangan, kedua negara juga bekerja sama dalam pembangunan inklusif, memperkuat ketahanan pedesaan, serta mendorong produksi berkelanjutan dan energi bersih. Salah satu inisiatif utama adalah “Tahun Internasional Petani Perempuan 2026,” yang dipimpin bersama oleh AS dan Vietnam serta diadopsi dalam resolusi PBB pada Mei 2024. Setelah resolusi tersebut, Kementerian Pertanian dan Lingkungan Vietnam bekerja sama dengan Misi AS untuk ASEAN dan USDA meluncurkan serangkaian acara. Sebagai bagian program, dua petani perempuan AS – Jennifer Schmidt dan Jaclyn Wilson – melakukan kunjungan ke Asia Tenggara dengan Vietnam sebagai tujuan pertama mereka.
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Global
Konsumen AS kini semakin memilih produk agrifood Vietnam, terutama rempah-rempah, buah-buahan, seafood, dan furnitur. Sementara itu, produsen Vietnam semakin bergantung pada impor AS seperti tepung jagung, kedelai, daging, produk susu, kayu, peralatan peternakan, dan bibit.
Para petani Vietnam dibekali keterampilan dan pengetahuan yang lebih baik untuk mengadopsi teknologi Amerika yang canggih demi meningkatkan produksi, kualitas hasil panen, dan pelestarian lingkungan. Bahan berkualitas tinggi serta teknologi mutakhir dari AS membantu Vietnam membangun rantai pasokan yang lebih kompetitif dan berkelanjutan.
Pertanian Vietnam terus memperdalam kemitraan dengan pemangku kepentingan AS, mulai dari pemerintah federal dan negara bagian hingga asosiasi dan perusahaan. Kementerian Pertanian dan Lingkungan telah menandatangani sejumlah perjanjian dengan otoritas dan pemerintah negara bagian AS. Sejak 2020, pelaku agribisnis Vietnam menandatangani 18 Nota Kesepahaman untuk pembelian produk agrifood AS senilai total 6 miliar USD, setengahnya telah terealisasi.
Baru-baru ini, Kementerian telah menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi eksportir agrikultur AS untuk memasuki pasar Vietnam. Vietnam telah menyelesaikan registrasi 509 eksportir daging dan 232 eksportir seafood dari AS; tidak ada penumpukan dokumen yang tersisa. Kedua negara juga aktif membuka pasar buah satu sama lain, memungkinkan eksportir menjangkau pelanggan baru dan konsumen menikmati keanekaragaman rasa dari wilayah tropis dan subtropis.
Vietnam juga menjadi salah satu dari delapan negara Asia pertama yang menyetujui benih tanaman berbasis bioteknologi dari AS. Hingga kini, Vietnam menyetujui 61 berkas aplikasi bioteknologi dari perusahaan AS. Kedua pihak juga sepakat pada metode, prosedur, dan protokol karantina hewan dan tumbuhan yang transparan dan praktis. Kesepakatan ini membuka jalan bagi perkembangan pasar agrifood kedua negara. Selain itu, Peraturan Pemerintah baru No. 73/2025/ND-CP yang berlaku sejak 31 Maret 2025 menurunkan tarif impor menjadi 0% untuk produk agrifood AS yang memiliki daya saing tinggi. Akibatnya, ekspor agrikultur kedua negara tumbuh stabil sekitar 10% per tahun selama dekade terakhir.
Kerja Sama Holistik dan Berkelanjutan
Kunjungan delegasi Kementerian Pertanian dan Lingkungan Vietnam ke AS pada Juni 2025 mencerminkan komitmen kuat Vietnam untuk membangun kepercayaan dan memperkuat kemitraan strategis dengan mengembangkan rantai pasokan agrikultur bersama. Kunjungan ini juga bertujuan memperdalam Kemitraan Strategis Komprehensif seiring peringatan 30 tahun hubungan diplomatik kedua negara.
Dalam wawancara dengan media Vietnam, USDA menegaskan: “Ketidakseimbangan perdagangan agrikultur sebagian besar bersifat sektoral dan dipengaruhi oleh regulasi, permintaan konsumen, serta dinamika rantai pasokan. Memastikan akses pasar timbal balik dan pengurangan tarif tetap menjadi prioritas utama untuk mempertahankan pertumbuhan perdagangan jangka panjang.”
Dr. Nguyen Do Anh Tuan, Direktur Jenderal Departemen Kerjasama Internasional Kementerian Pertanian dan Lingkungan Vietnam, mengungkapkan kekhawatiran atas pengumuman tarif 10% oleh pemerintahan Presiden Trump mulai 2 April 2025 dan potensi tarif timbal balik 46% atas ekspor Vietnam mulai 9 Juli 2025. Kebijakan tarif ini mengkhawatirkan tidak hanya eksportir Vietnam tapi juga pelaku bisnis AS.
“Selain memperkecil margin keuntungan dan melemahkan daya saing bisnis di kedua negara, tarif timbal balik yang lebih tinggi akan menaikkan harga produk pangan penting di AS. Kebijakan ini tidak hanya merugikan konsumen Amerika tetapi juga berpotensi mengganggu rantai pasokan yang telah dibangun keras oleh pemerintah dan sektor swasta kedua negara dalam beberapa tahun terakhir. Agrifood adalah kebutuhan pokok, dan kenaikan harga akan sangat membebani rumah tangga berpendapatan menengah di AS,” pungkas Dr. Tuan.
Recent Comments