KUALA LUMPUR, MALAYSIA – Media OutReach – Keputusan Bank Negara Malaysia menaikkan suku bunga yang bertujuan untuk menstabilkan ringgit Malaysia. Pakar OctaFX percaya bahwa selain nilai tukar yang lemah, kebijakan subsidi ekstensif Malaysia juga meningkatkan risiko inflasi, memaksa Bank Negara Malaysia untuk menaikkan suku bunga.

Komite Kebijakan Moneter Bank Negara Malaysia (BNM) menaikkan Overnight Policy Rate (OPR) sebesar 25 basis poin menjadi 3,00% pada 3 Mei 2023. Langkah ini mengikuti dua pertemuan di mana tarif dibiarkan tidak berubah. Alasan utama di balik kenaikan suku bunga adalah tekanan inflasi yang tinggi dan melemahnya mata uang nasional.

Bank Negara Malaysia juga mengatakan ingin menghapus subsidi yang meluas, yang ditawarkan kepada semua warga negara, kaya atau miskin, yang memicu tekanan inflasi dan membebani kas negara. Namun, perubahan kebijakan itu berdampak. Menurut statistik untuk kuartal pertama tahun 2023, permintaan domestik meningkat seiring dengan membaiknya kondisi kerja secara keseluruhan.

“Kebijakan pengetatan moneter yang ditempuh oleh Bank Negara Malaysia tampaknya dibenarkan mengingat program subsidi yang ekstensif dan kemungkinan kenaikan suku bunga lebih lanjut,” kata Kar Yong Ang, analis pasar keuangan di OctaFX, dalam rilisnya, Jumat (26/3/2023).

Ringgit awalnya naik 0,3% terhadap dolar setelah keputusan Bank Negara Malaysia. Namun, efek positif ini terbukti berumur pendek, dan dua minggu kemudian, ringgit turun lebih dari 1,0% dan kini mendekati rekor terendah. Jika tren turun ini berlanjut, target selanjutnya untuk USD/MYR adalah 4,75, yang akan menjadi level terendah 24 tahun sejak krisis keuangan Asia.

“Pelemahan berkelanjutan dalam mata uang nasional telah menambah tekanan inflasi, mendorong regulator untuk mengambil sikap lebih keras. Namun, bahkan dengan tambahan kenaikan suku bunga dan pemotongan subsidi, akan membutuhkan waktu untuk menormalkan suku bunga. Meningkatnya suku bunga global, lingkungan risk-off yang meningkat, dan pertumbuhan ekonomi yang lemah di China akan semakin melemahkan ringgit di 2Q23 dan awal 3Q23,” pungkas Kar Yong Ang.