SINGAPURA – Media OutReach – Memperingati hari ulang tahunnya yang ke-16, APREA kembali mendefinisi ulang misi asosiasi, yaitu meningkatkan pertumbuhan di sektor aset riil dengan mewakili anggotanya dalam semua masalah kebijakan, menyediakan akses ke penelitian dan wawasan yang memajukan industri dan menghadirkan peluang bisnis bagi seluruh anggotanya.

Abad 21 digambarkan sebagai “Asian Century”, dan transformasi ekonomi Asia selama 60 tahun terakhir belum pernah terjadi sebelumnya. Terlepas dari gejolak pandemi, Asia tetap menjadi kawasan pertumbuhan global di masa depan, yang diperkirakan akan menjadi ekonomi terbesar di dunia termasuk China, Jepang, India, dan kawasan ASEAN pada tahun 2030 dan seterusnya.

Didorong oleh penurunan demografis, urbanisasi di Asia Pasifik merupakan ledakan besar yang akan mendorong pertumbuhan kelas menengah dan dengan itu, siklus konsumsipun bakal meningkat. Aset riil adalah lakon dalam megatren struktural kawasan yang akan bertahan lebih lama dari pandemi.

Asian Century – Pertumbuhan Aset Riil

Asian Development Bank memperkirakan bahwa Asia perlu menginvestasikan 26 triliun USD dari 2016 hingga 2030 jika kawasan itu ingin mempertahankan momentum pertumbuhannya, memberantas kemiskinan dan menanggapi perubahan iklim, yang menghasilkan 1,7 triliun USD setahun hingga akhir tahun dasawarsa in. Saat ini, diperkirakan hanya sekitar 900 juta USD yang akan diinvestasikan setiap tahun. Dengan kata lain, jika kebijakan kondusif bagi sektor swasta untuk mengisi kekosongan ini, Asia Pasifik memberikan peluang investasi infrastruktur lebih dari 8 triliun USD selama 10 tahun ke depan.

“Infrastruktur pada akhirnya menerjemahkan dampak urbanisasi menjadi manfaat bagi real estat. Dengan persyaratan yang dibutuhkan oleh ekonomi yang berkembang pesat yang pada akhirnya akan menampung lebih dari setengah kota besar di dunia, investasi dalam pembangunan infrastruktur di Asia Pasifik adalah siklus yang akan diperankan selama beberapa dekade,” ungkap John Lim, Chairman APREA, serta Co-Founder & Deputy Chairman ARA Asset Management Limited, Rabu (6/7/2021).

Selain itu, permintaan infrastruktur diperkirakan akan meningkat secara masif, sehingga pembiayaan berkelanjutan untuk proyek-proyek besar ini mendapat minat yang lebih dalam. Dan akan ada peluang bagi sektor swasta untuk berpartisipasi, karena banyak prakarsa infrastruktur sejalan dengan alokasi ESG, pembangunan kembali, konektivitas, dan pertumbuhan ekonomi.

Aspirasi Ekonomi – Kunci Penggerak Regional

Ambisi ekonomi kawasan akan memberikan dorongan yang diperlukan untuk menggerakkan belanja infrastruktur dan mengangkatnya keluar dari keterpurukan akibat Pandemi.

China telah mengumumkan rencana untuk fokus pada pengembangan “infrastruktur baru” untuk mencapai target pembangunan. Rencana investasi infrastruktur utama yang diumumkan untuk 5 sampai 7 tahun ke depan membutuhkan setidaknya 7 triliun USD. Rencana juga ditempatkan pada sektor infrastruktur India. Pemerintah India, dalam anggaran terbarunya, telah berjanji untuk memperluas perbelanjaan ke dalam pipeline infrastruktur senilai 1,5 triliun USD, menciptakan lembaga pembiayaan yang dapat membuka peran pasar modal dalam pembiayaan infrastruktur.

Selain itu, proyek infrastruktur yang ambisius sedang berlangsung hampir di seluruh kawasan Asia Tenggara. Seperti Presiden Duterte dengan instruksinya, “Bangun! Bangun! Bangun!”, pembangunan infrastruktur saat ini sedang berlansung di Filipina dengan 75 proyek berbeda yang menelan anggaran sekitar 180 miliar USD. Di Indonesia, sistem rel kecepatan tinggi yang menghubungkan Jakarta dan Bandung sejauh 140 km juga sedang digaraf.

“Ekonomi Asia Tenggara saat ini senilai 2,4 triliun USD, merupakan terbesar ketujuh di dunia dan diperkirakan akan melonjak ke keempat terbesar di Asia Pasifik pada tahun 2050. Tenaga kerjanya akan bertambah 60 juta sementara populasi perkotaan diperkirakan akan meningkat dengan tambahan 90 juta pada tahun 2030. Faktanya, ASEAN membutuhkan pembangunan infrastruktur jika ingin mempertahankan pertumbuhan ekonominya,” beber CEO APREA, Ibu Sigrid Zialcita.

Sementara itu, pemicu ledakan infrastruktur lainnya adalah rencana untuk mengintegrasikan ekonomi kawasan. Initiatif Belt Road China tidak diragukan lagi telah menjadi tajuk utama upaya untuk menghubungkan Asia, mereka tidak sendirian. Jepang mengartikulasikan Kemitraannya sendiri untuk Infrastruktur Berkualitas dalammeningkatkan pendanaan pembangunan infrastruktur kawasan. Program diplomasi infrastruktur juga telah membuat AS dan Australia berkolaborasi dalam proyek infrastruktur di wilayah tersebut. Demikian pula, Uni Eropa memiliki strategi “Menghubungkan Eropa dan Asia” sendiri. Semua ini mengarah pada internasionalisasi modal di Asia Pasifik.

Bangkit dan Berkembangnya REIT

Kebijakan pemerintah di kawasan akan terus kondusif dengan upaya signifikan yang dilakukan oleh negara-negara berkembang pesat untuk mengembangkan rezim REIT mereka sendiri. Perekonomian berlomba untuk mengamankan masa depan REIT mereka dan momentum yang signifikan akan tercipta karena regulator berusaha untuk tetap menjadi yang terdepan. Pertumbuhan lebih lanjut dari kelas aset juga akan didorong oleh partisipasi negara berkembang terbesar di kawasan itu. Seiring dengan percepatan gerakan REIT di wilayah tersebut, stok aset yang dilembagakan akan terus bertambah.

“Kapitalisasi pasar REITs di kawasan ini telah meningkat dari di bawah 6 miliar USD pada awal abad baru, menjadi lebih dari 315 miliar USD saat ini. Ada penggerak utama untuk dipikirkan, bahwa setelah pasar REIT China dan India mapan dan matang, Asia Pasifik akan diposisikan sebagai episentrum REIT Global dengan total kapitalisasi pasar mencapai lebih dari 1 triliun USD pada akhir dekade ini, melampaui Amerika Serikat,” kata Ibu Zialcita.

Peluang Besar di Masa Depan

7 dari 10 kota besar terbesar di dunia, pada tahun 2030 akan berada di Asia Pasifik. Populasi perkotaan di kawasan itu akan meningkat hampir tiga miliar. Kawasan ini semakin berkembang menjadi hotspot investasi bagi investor lintas batas. Selain itu, kawasan ini tetap menjadi pusat aktivitas konstruksi dan karena kota-kotanya terus berkembang, permintaan mendasar untuk real estat dan infrastruktur akan meningkat bersamaan. Karena fokus ekonomi semakin beralih ke pemulihan jangka panjang, investasi infrastruktur dan REIT menjadi bagian penting dari persamaan ini, untuk mempercepat pemulihan kawasan dari pandemi dan mengamankan masa depan ekonominya.

John Lim menyebutkan, manfaat berinvestasi dalam aset yang dilembagakan akan lebih jelas saat dunia berangsur menuju masa depan pasca pandemi. Alokasi ke kawasan dari investor global hanya dapat terus meningkat dan sekuritisasi aset yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhannya akan menjadi peluang investasi yang sangat besar. “Terkait aset riil, Asia Pasifik tetap prima untuk memanfaatkan revolusi ini. Misi APREA adalah membuka jalan bagi kemajuan peluang investasi ke dalam aset nyata di Asia,” tutupnya.