JOHANNESBURG/LONDON/MUNICH/NEW YORK /PARIS/SAO PAULO/SINGAPURA – Media OutReach – Tiga risiko yang terkait erat dengan Covid-19 berada di bagian teatas edisi kesepuluh dari Allianz Risk Barometer 2021, menyoroti potensi kerugian dan skenario mengganggu yang dihadapi bisnis karena pandemi virus corona. Gangguan bisnis berada di peringkat pertama dengan 41% tanggapan, risiko pandemi berada di peringkat kedua dengan 40 % tanggapan dan insiden dunia maya, berada di peringkat ketiga dengan 40% tanggapan. Survei tahunan tentang risiko bisnis global yang dilakukan oleh Allianz Global Corporate & Speciality (AGCS) memperhitungkan pendapat 2.769 ahli dari 92 negara, termasuk CEO, manajer risiko, pialang, dan profesional asuransi.

“Allianz Risk Barometer 2021 jelas didominasi tiga risiko utama disebabkan oleh Covid-19, yaitu gangguan bisnis, pandemi, dan risiko dunia maya yang saling berhubungan erat, hal itu menunjukkan meningkatnya kerentanan dunia yang sangat terglobalisasi dan saling terhubung. Pandemi virus corona mengingatkan kita akan pentingnya memperkuat manajemen risiko dan manajemen kelangsungan bisnis sehingga perusahaan dapat bertahan dari peristiwa dengan pandemi global yang masih berkecamuk di banyak negara, kita harus bersiap menghadapi skenario ekstrim yang lebih sering, seperti pemadaman cloud atau serangan siber global, bencana alam yang disebabkan oleh pemanasan global, atau bahkan pandemi baru,” kata Joachim Müller, CEO AGCS, dalamketerangannya, Selasa (19/1/2021).

Krisis Covid-19 terus menjadi ancaman langsung bagi keamanan individu dan bisnis, sedemikian rupa sehingga risiko pandemi telah melampaui ancaman global lainnya dan naik dari peringkat ke-15 ke peringkat ke-2. Sebelum virus korona, risiko ini tidak pernah lebih tinggi dari peringkat 16 dalam sepuluh tahun Allianz Risk Barometer, yang menunjukkan bahwa itu adalah risiko yang sebagian besar diremehkan. Pada tahun 2021, faktanya ini adalah risiko yang paling ditakuti di 16 negara, dan juga salah satu dari tiga risiko teratas di semua benua dan di 35 dari 38 negara yang dianalisis, terkecuali Jepang, Korea Selatan dan Ghana.

Perkembangan pasar berada di peringkat ke 4 dengan 19% tanggapan, juga menaikkan peringkat global Barometer Risiko Allianz 2021, yang mencerminkan risiko kenaikan tingkat Insolvensi setelah pandemi. Menurut Euler Hermes, sebagian besar Insolvensi akan terjadi pada tahun 2021. Indeks Insolvensi global perusahaan asuransi kredit perdagangan diperkirakan akan mencapai rekor tertinggi, naik 35% pada akhir tahun 2021, dengan peningkatan tertinggi diperkirakan terjadi di AS, Brasil, Cina dan negara-negara utama di Eropa. Lebih lanjut, Covid-19 kemungkinan akan memicu periode inovasi dan disrupsi pasar, mempercepat adopsi teknologi, mempercepat kematian pemain lama dan sektor tradisional, serta memunculkan pesaing baru.

Peningkatan lainnya termasuk perkembangan ekonomi makro beradadi peringkat 8 dengan 13% tanggapan, dan risiko politik dan kekerasan berada di peringkat 10 dengan 11% tanggapan yang, sebagian besar, merupakan konsekuensi dari wabah virus korona juga. Sementara Perubahan dalam undang-undang dan peraturan berada di peringkat 5 dengan 19% tanggapan, bencana alam peringkat 6 dengan 17% responden, Kebakaran/ledakan peringkat 7 dengan 16% responden, dan Perubahan iklim berada di peringkat 9 dengan 13% responden, semuanya turun dalam peringkat global tahun ini karena pandemi.

Risiko Teratas di Asia Pasifik

Sementara di Asia Pasifik, risiko bisnis teratas Allianz Risk Barometer 2021, menempatkan insiden dunia maya berada di peringkat pertama dengan 41% tanggapan, wabah Pandemi peringkat kedua dengan 39% tanggapan dan gangguan bisnis berada di peringkat ketiga dengan 38% tanggapan, disusul oleh bencana alam peringkat ke 4 dengan 27% tanggapan.

Seperti yang diharapkan, selam tiga tahun berturut-turut, Perubahan undang-undang dan peraturan berada di posisi 5 dengan 22% tanggapan, mempertahankan posisinya di antara lima risiko teratas di Asia Pasifik tahun 2021. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh beberapa pemilihan dan perubahan kepemimpinan yang terjadi di seluruh kawasan di Singapura, Taiwan, Indonesia, Korea Selatan dan Malaysia, serta implikasi yang lebih luas pada rantai pasokan sebagai akibat dari perang dagang China dan ketidakpastian yang lebih besar akibat pemberlakuan pembatasan dan penguncian oleh pemerintah.

“Perusahaan dan bahkan seluruh sektor, telah mengalami peristiwa gangguan bisnis besar sebagai akibat dari pandemi tahun 2020 dan ini merupakan peristiwa bencana terbesar yang melanda dunia modern, global dan ekonomi yang saling berhubungan. Pandemi telah menunjukkan betapa rentannya dunia dan bisnis terhadap peristiwa multi-negara yang tak terduga dan ini selamanya mengubah lanskap risiko bagi klien dan masyarakat secara lebih umum,” kata Mark Mitchell, Direktur Utama AGCS Asia Pasifik.

Lanjut Mitchell, Pandemi COVID-19 tidak hanya mengubah masyarakat kita, tetapi juga secara mendasar mengubah cara bisnis beroperasi, terutama percepatan menuju digitalisasi yang lebih besar yang didorong oleh lebih banyak perusahaan yang bekerja dari jarak jauh. “Harapan kami adalah bisnis dan klien dapat belajar dari pengalaman mereka di tahun 2020 dan memastikan bahwa mereka memiliki strategi yang akan mengurangi dampak peristiwa serupa di masa depan,” tuturnya.