KAIFENG, TIONGKOK – Media OutReach Newswire – Baru-baru ini, Forum Media dan Think Tank Organisasi Kerja Sama Shanghai (Shanghai Cooperation Organization/SCO) diselenggarakan di Provinsi Henan, Tiongkok, dengan para tamu berkunjung ke ibu kota kuno Kaifeng. Para peserta berasal dari lebih dari 20 negara dan wilayah, termasuk Rusia, Kazakhstan, Pakistan, Mesir, dan Nepal. Tenggelam dalam warisan budaya dan perkembangan pesat kota yang pernah menjadi ibu kota delapan dinasti ini, mereka menikmati momen-momen indah dari integrasi budaya dan pemahaman antarbangsa yang tulus.

Forum ini mengusung tema “Menjunjung Semangat Shanghai untuk Membangun Rumah yang Lebih Indah”, dan sejak awal telah menetapkan Kaifeng sebagai salah satu tujuan utama bagi tamu-tamu asing.

Terletak di jantung Tiongkok di sepanjang Sungai Kuning, Kaifeng memiliki sejarah lebih dari 4.100 tahun sebagai pusat pemukiman perkotaan, dan pernah menjadi ibu kota bagi delapan dinasti. Yang paling menonjol adalah masa Dinasti Song Utara (960–1127), ketika kota ini berjaya selama 168 tahun sebagai pusat politik sekaligus salah satu metropolitan paling ramai di dunia.

Keterangan Foto: Millennium City Park (Qingming Riverside Landscape Garden)

Sejarawan Inggris ternama, Arnold Joseph Toynbee, pernah berkata, “Jika saya bisa memilih, saya akan memilih hidup di masa Dinasti Song Tiongkok.” Menurut pandangannya, Dinasti Song, dengan kemakmuran ekonomi, kecemerlangan budaya, dan keterbukaan sosialnya, adalah “masa terbaik bagi kehidupan manusia.”

Sekilas kehidupan Kaifeng masa lalu dapat dilihat dalam mahakarya abadi Along the River During Qingming Festival karya pelukis Dinasti Song Utara, Zhang Zeduan. Di sepanjang Sungai Bian, toko-toko berderet rapat, perahu dan kereta memenuhi air dan jalan, serta keramaian manusia menghidupkan kota. Berkat keterbukaan masyarakat dan melimpahnya sumber daya, kehidupan rakyat biasa pada masa Dinasti Song mulai berkembang dengan luar biasa. Sejarah tidak lagi hanya milik para kaisar dan bangsawan, tetapi juga hadir dalam hiruk-pikuk pasar dan peluh kerja keras rakyat biasa.

Meski dinasti telah berlalu, denyut kehidupan sehari-hari tetap bertahan. Kaifeng modern mengintegrasikan estetika Dinasti Song dalam kehidupan sehari-hari, memadukan keanggunan masa lampau dengan irama lonceng pagi, genderang malam, dan kebutuhan hidup sehari-hari.

Berjalan di jalanan Kaifeng terasa seperti menyusuri lukisan Tiongkok klasik. Saluran air menghubungkan bangunan-bangunan kuno beratap abu-abu dan berdinding merah. Di gerbang kota yang megah, lukisan Tahun Baru cetak kayu yang penuh warna dan bernilai sejarah tetap hidup. Aroma teh tercium dari gang-gang sempit, dan melodi opera Yuju bergema tanpa henti di sepanjang Sungai Bian. Di ruang kelas, anak-anak melafalkan puisi-puisi Song dengan fasih. Di setiap sudut, harta karun tak terduga menanti: Kaifeng Prefecture, Kuil Daxiangguo, Longting, Gerbang Daliang, dan Reruntuhan Jembatan Zhouqiao. Setiap jengkal kota ini berbisik: sejarah tidak pernah pergi, ia hidup dalam rutinitas warga Kaifeng dan mengalir dalam jantung kota.

Millennium City Park (Qingming Riverside Landscape Garden) menjadi sorotan kunjungan para tamu. Taman bertema budaya Song ini merekonstruksi adegan dalam lukisan Along the River During Qingming Festival. Lebih dari 200 bangunan bergaya Song, termasuk kantor pemerintah, kedai minum, dan rumah teh, berdiri berjejer rapi. Lebih dari 800 penampil mengenakan kostum zaman Song, menyajikan lebih dari 100 pertunjukan khas. Di sini, lebih dari 20 warisan budaya takbenda dipamerkan, termasuk sulaman Bian, “Empat Seni Dinasti Song”, lukisan Tahun Baru cetak kayu, dan porselen resmi Song Utara. Museum hidup seluas 600 mu (sekitar 98,8 hektare) ini tidak hanya mereplikasi adegan lukisan, tapi juga menghadirkan suasana nyata melalui kombinasi rekonstruksi adegan, pertunjukan budaya, dan interaksi berbasis teknologi. Para pengunjung dapat langsung merasakan “keramaian pasar dan hiruk pikuk orang” yang menjadi ciri khas kehidupan di Dinasti Song Utara.

“Ini adalah kunjungan pertama saya ke Kaifeng. Keindahannya membawa saya seolah menembus waktu ke masa kejayaan Dinasti Song Utara,” ujar Nikita Kornev, Direktur Eksekutif Pusat Studi Tiongkok dan Asia Pasifik, Universitas Federal Ural, Rusia.

Jika warisan budaya yang berkelanjutan dan denyut kehidupan sehari-hari yang tak pernah padam adalah jiwa dari sebuah rumah yang dicintai, maka semangat manusia yang pantang menyerah adalah inti kekuatannya.

Selama ribuan tahun, Sungai Kuning dengan banjirnya yang deras dan lumpur tebalnya telah berulang kali menghancurkan Kaifeng. Namun dengan keteguhan yang luar biasa, masyarakatnya terus membangun kembali rumah mereka, berkali-kali.

Hari ini, ketahanan abadi itu terwujud sempurna dalam pohon paulownia yang menjulang ke langit.

Pada hari yang sama, beberapa tamu mengunjungi Kabupaten Lankao. Mereka tersentuh oleh kisah Jiao Yulu, yang lebih dari 60 tahun lalu memimpin warga Lankao melawan badai pasir dan menanam pohon paulownia untuk memulihkan ekosistem. Ahmed Hassan Ahmed Mohamed Moustafa, pemilik dan direktur Asia Center for Studies and Translation, menyatakan bahwa ia sangat terkesan dengan pencapaian Tiongkok dalam pengentasan kemiskinan. Ia juga menambahkan bahwa pembangunan luar biasa Lankao, yang didorong oleh penghijauan dan upaya lainnya, memberikan inspirasi berharga yang bisa diterapkan di negaranya sendiri.

Hari ini, pohon paulownia yang dulu ditanam untuk mengatasi penggurunan telah tumbuh menjadi raksasa hijau. Penduduk setempat menemukan bahwa kayu paulownia sangat cocok untuk bahan alat musik tradisional karena tidak mudah melengkung, serta memiliki sirkulasi udara dan akustik yang baik. Industri alat musik tradisional kini menjadi salah satu sektor ekonomi utama di Lankao. Alat musik seperti guzheng, pipa, dan lainnya yang terbuat dari kayu paulownia lokal laris manis di seluruh Tiongkok, bahkan diekspor ke banyak negara dan wilayah.

Di Kaifeng, sebuah kota di mana pesona masa lampau menyatu dengan vitalitas modern, dan ekonomi tumbuh seiring kekayaan budaya, keyakinan ini tercermin dalam melodi yang tak terputus lintas generasi, harmoni dalam keberagaman, pertukaran lintas budaya yang memperdalam pemahaman, dan perbedaan yang dihargai dalam cahaya kebersamaan.