HONG KONG SAR – Media OutReach Newswire – Survei regional CPA Australia mengenai adopsi teknologi bisnis menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan di Hong Kong telah menggunakan alat kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) pada berbagai tingkatan. Meskipun peningkatan penggunaan AI membantu meningkatkan produktivitas, temuan survei juga menunjukkan bahwa hal ini mengubah tren perekrutan di industri akuntansi dan keuangan serta meningkatkan kekhawatiran terkait perlindungan dan tata kelola data.

Hasil survei menunjukkan adanya pertumbuhan signifikan dalam adopsi AI di pasar Asia-Pasifik, dengan 89 persen responden menyatakan telah mengadopsi AI dalam 12 bulan terakhir, meningkat dari 69 persen pada survei sebelumnya. Di Hong Kong, 88 persen responden telah menggunakan AI seperti ChatGPT dan Copilot di tempat kerja. Ketika ditanya tentang tingkat adopsi AI, 65 persen responden menyatakan bahwa mereka terutama menggunakan alat pihak ketiga di beberapa bidang atau hanya sesekali.
Dr. Paul Sin, Anggota Dewan CPA Australia untuk Kawasan Tiongkok Raya sekaligus Ketua Komite Web3 & Teknologi Baru, menyoroti kesenjangan antara kesadaran akan AI dan pemanfaatan nilai sebenarnya dari AI. “Sebagian besar responden menyebutkan bahwa mereka menggunakan alat AI pihak ketiga, yang menunjukkan bahwa tingkat kesadaran terhadap AI di Hong Kong cukup tinggi. Namun, banyak perusahaan masih berada pada tahap Proof-of-Concept, yang berarti mereka hanya menggunakan AI untuk meningkatkan produktivitas, seperti menangani tugas berulang dan otomatisasi proses. Sebenarnya, pemerintah dan organisasi profesional dapat memperluas edukasi untuk membuka nilai sejati AI, misalnya dengan menciptakan model bisnis baru atau mentransformasi alur kerja menggunakan solusi canggih seperti predictive analytics dan agentic AI, hingga akhirnya mencapai penerapan berskala produksi yang sejalan dengan tujuan strategis perusahaan,” ungkapnya dalam rilis, Senin (10/11/2025).
Meningkatnya prevalensi AI telah mengubah tren rekrutmen di berbagai industri, termasuk akuntansi dan keuangan. Meskipun 42 persen responden di Hong Kong mengatakan belum ada perubahan dalam praktik perekrutan atau masih terlalu dini untuk disimpulkan, 17 persen menyebutkan bahwa organisasi mereka telah mengurangi jumlah staf tingkat junior untuk tim akuntansi dan keuangan akibat adopsi AI.
Dr. Sin menyoroti korelasi antara tren perekrutan dan tugas-tugas yang digantikan oleh AI. “Survei menunjukkan bahwa sebagian besar responden menggunakan AI untuk analisis data dan riset dalam aktivitas akuntansi dan keuangan mereka, tugas-tugas ini biasanya dilakukan oleh staf junior. Jelas bahwa AI dapat membebaskan mereka dari pekerjaan berulang dan membosankan, memungkinkan mereka untuk fokus pada tanggung jawab yang lebih strategis dan berpusat pada manusia seperti konsultasi, pengambilan keputusan, dan interaksi dengan klien. Keterampilan mendasar seperti kreativitas dan penilaian yang diperoleh dari pengalaman bisnis sulit digantikan oleh teknologi. Membina staf junior agar siap mengambil tanggung jawab yang lebih tinggi membutuhkan waktu, sehingga pemberi kerja perlu menyeimbangkan antara adopsi teknologi canggih dan pengembangan talenta demi pertumbuhan jangka panjang organisasi.”
Dr. Albert Wong, Wakil Ketua Komite CPA Australia untuk Wilayah Teluk Besar (Greater Bay Area), menambahkan, “AI hanya menggantikan tugas-tugas tertentu, bukan manusia. Seiring perkembangan AI, standar rekrutmen untuk keterampilan teknis meningkat karena beberapa tugas kini dapat dilakukan secara efektif oleh teknologi. Pemberi kerja akan mengharapkan staf masa depan mampu bekerja berdampingan dengan AI untuk memecahkan masalah, menggunakan solusi teknologi untuk menambah nilai pada produk dan layanan yang ada, menghasilkan ide-ide baru, serta memprediksi masa depan dalam berbagai skenario. Pasar kerja akan menjadi semakin kompetitif. Karena itu, generasi muda dan karyawan yang sudah ada perlu mengembangkan keterampilan yang tidak tergantikan, khususnya soft skills seperti interaksi manusia dengan manusia dan manusia dengan mesin, komunikasi yang efektif, berpikir kreatif dan kritis, serta skeptisisme profesional.”
Untuk mengikuti transformasi ini, Pemerintah Daerah Administratif Khusus Hong Kong (HKSAR) memiliki peran penting. Dr. Wong menyerukan dukungan kebijakan untuk membangun tenaga kerja yang siap menghadapi masa depan di Hong Kong. “Pemerintah dapat bekerja sama dengan organisasi dan pemberi kerja untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja melalui pelatihan berbasis AI; memberikan subsidi guna mendorong UKM untuk mencoba atau mengadopsi berbagai jenis AI dalam bisnis mereka; serta menciptakan program magang yang memberi kesempatan bagi mahasiswa universitas untuk menerapkan alat AI dalam pemecahan masalah dunia nyata.”
Data adalah “minyak baru” bagi teknologi. Di antara pasar yang disurvei, responden dari Hong Kong menunjukkan kekhawatiran terbesar terhadap meningkatnya isu perlindungan dan privasi data (26 persen) akibat adopsi AI. Namun di sisi positif, 72 persen menyatakan telah menerapkan langkah-langkah keamanan siber dalam 12 bulan terakhir, dan tingkat kematangan keamanan siber di Hong Kong tergolong tinggi.
Winson Woo, anggota Komite Wilayah Teluk Besar CPA Australia, membagikan pandangannya tentang perlindungan data dan tata kelola. “Banyak teknologi saat ini telah memiliki fungsi AI bawaan, sehingga adopsi AI akan terus meningkat di masa depan. Organisasi sebaiknya membangun roadmap pengembangan AI untuk merencanakan bagaimana AI dapat digunakan untuk mencapai tujuan strategis, bagaimana mengukur return on investment, serta menetapkan pedoman tata kelola yang jelas guna memastikan penggunaan AI secara etis di tempat kerja.”
Saat membahas keamanan siber, Woo menyoroti dua tren baru: Managed Security Operations Center (MSOC), model yang melibatkan pihak ketiga untuk melakukan deteksi dan pemantauan serangan siber secara waktu nyata; dan keamanan AI, yang berfokus pada perlindungan sistem AI dari pelanggaran data dan penyalahgunaan. Ia juga menekankan pentingnya pelatihan staf dalam perlindungan data. “Untuk mengurangi risiko kebocoran data, perusahaan harus berinvestasi tidak hanya pada perangkat lunak teknis, tetapi juga dalam meningkatkan kesadaran keamanan staf, agar pengguna AI memahami data mana yang boleh digunakan dalam alat AI dan informasi sensitif mana yang tidak boleh diungkapkan.”
Woo meyakini bahwa penerapan pedoman dan regulasi, seperti Personal Data (Privacy) Ordinance dan Protection of Critical Infrastructure (Computer System) Ordinance, akan membantu menciptakan lingkungan etis yang mendorong inovasi dan kemajuan teknologi di Hong Kong.
Survei ini mengumpulkan tanggapan dari 1.117 profesional akuntansi dan keuangan di berbagai pasar Asia-Pasifik, termasuk Australia dan Tiongkok Daratan, dengan 154 tanggapan berasal dari Hong Kong.

Tentang CPA Australia
CPA Australia adalah salah satu badan profesi akuntansi terbesar di dunia, dengan hampir 175.000 anggota yang tersebar di lebih dari 100 negara dan wilayah, termasuk lebih dari 22.500 anggota di kawasan Tiongkok Raya (Greater China). Tahun ini, CPA Australia merayakan ulang tahunnya yang ke-70 di Hong Kong. Layanan utama kami mencakup pendidikan, pelatihan, dukungan teknis, dan advokasi. CPA Australia memberikan kepemimpinan pemikiran (thought leadership) mengenai isu-isu yang memengaruhi profesi akuntansi dan kepentingan publik. Kami berinteraksi dengan pemerintah, regulator, dan sektor industri untuk mendorong kebijakan yang menstimulasi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan serta menghasilkan dampak positif bagi dunia usaha dan masyarakat umum. Selengkapnya dapat ditemukan di cpaaustralia.com.au
Recent Comments