SINGAPURA – Media OutReach – The Urban Land Institute’s (ULI) baru-baru ini merilis laporan Indeks Keterjangakauan Rumah Asia Pasifik 2023, memberikan gambaran secara mendetail tentang sejauh mana perumahan dapat dijangkau di kota-kota di kawasan Asia Pasifik.
Laporan tersebut mencakup 45 kota di sembilan negara, yaitu, Australia, China, India, india, Jepang, Filipina, Singapura, Korea Selatan, dan Vietnam, dengan populasi gabungan sebesar 3,5 miliar atau sekitar 45% dari total populasi dunia, mengukur keterjangkauan rumah dalam kepemilikan dan sewa terkait dengan pendapatan rata-rata rumah tangga.
“Stok perumahan dan keterjangkauan rumah sangat bervariasi di kawasan Asia Pasifik. Faktor utama keterjangkauan rumah termasuk tren demografis, kebijakan pemerintah terkait penggunaan dan kepadatan lahan, kemampuan untuk membangun kembali atau meregenerasi daerah perkotaan yang rusak, ketersediaan pembiayaan untuk pembelian rumah, keterlibatan pemerintah dalam penyediaan rumah, dan dampak COVID pada pasokan rumah baru,” jelas Kenneth Rhee, Direktur Senior ULI China dan penulis utama laporan tersebut, Selasa (30/5/2023).
Terkait kepemilikan rumah, perumahan di Singapura dianggap paling terjangkau dengan harga rata-rata unit Housing Development Board (HDB) sebesar 4,7 kali lipat pendapatan rumah tangga rata-rata.
Keterjangkauan rumah sangat sulit di kota lapis pertama dan kota-kota lapis kedua di Cina daratan, Hong Kong SAR, Metro Manila, Metro Cebu, Kota Ho Chi Minh, dan Danang, dengan harga rumah rata-rata sekitar 20 hingga 35 kali pendapatan rumah tangga rata-rata. Dibandingkan dengan kepemilikan rumah, sewa rumah dianggap lebih terjangkau dengan sewa bulanan untuk sebagian besar kota di bawah 30% pendapatan rumah tangga rata-rata. Kota-kota di Jepang dan Korea Selatan memiliki rasio sewa bulanan terhadap pendapatan terendah.
Menurut laporan tersebut, sektor rumah pribadi Singapura telah melampaui SAR Hong Kong sebagai yang termahal di wilayah tersebut dengan harga rata-rata USD1,2 juta. Selain itu, dengan kenaikan sewa bulanan hampir 30%, rumah sewa sektor pribadi Singapura juga yang paling mahal di wilayah ini dengan sewa bulanan rata-rata sekitar USD2.600.
Terkait kenaikan tajam dalam harga rumah dan sewa, laporan tersebut merilis penyebab utamanya, (1) masuknya imigran dalam jumlah besar ke negara-kota, (2) tren yang berkembang dari profesional muda untuk pindah dari rumah keluarga multi-generasi mereka untuk lebih banyak ruang dan kebebasan, (3) langkah baru pemerintah yang mewajibkan pemilik rumah untuk menjalani masa tunggu 15 bulan setelah pelepasan properti pribadi mereka sebelum mereka memenuhi syarat untuk membeli rumah susun HDB non-subsidi, (4) stok properti sewa milik institusi atau perorangan yang relatif terbatas, dan (5) berkurangnya pasokan perumahan baru dalam beberapa tahun terakhir karena terganggunya rantai pasokan bahan bangunan dan tenaga kerja akibat COVID.
Kepemilikan rumah bervariasi secara signifikan di wilayah tersebut, seringkali merupakan fungsi dari kebijakan pemerintah dan migrasi penduduk. Singapura terus memiliki tingkat kepemilikan rumah tertinggi hampir 90%, berkat keputusan pemerintah dan komitmen yang konsisten untuk memungkinkan warganya memiliki rumah dengan harga yang wajar sejak tahun-tahun awal kemerdekaan negara di tahun 1960-an.
Sebaliknya, kota-kota gerbang lainnya seperti Hong Kong SAR, Shanghai, Tokyo, dan Seoul memiliki tingkat kepemilikan rumah yang relatif rendah, mencerminkan harga rumah yang tinggi dan sifat populasi yang lebih bermigrasi di kota-kota gerbang.
“Laporan ini mengeksplorasi implikasi pergeseran permintaan perumahan dan daya saing regional, yang muncul dari berbagai faktor yang memengaruhi pencapaian rumah. Tujuan kami di ULI Asia Pacific Center for Housing adalah untuk meningkatkan praktik terbaik dalam pembangunan perumahan dan untuk mendukung anggota ULI dan komunitas lokal dalam menciptakan dan mempertahankan berbagai peluang perumahan. Melalui kepemimpinan pemikiran, kami bertujuan untuk mengkatalisasi produksi perumahan dan menginspirasi komitmen yang lebih luas terhadap perumahan,” kata David Faulkner, Presiden ULI Asia Pasifik.
Beberapa temuan utama dari laporan itu:
- Australia: Harga rumah menurun di dua kota teratas Australia, Sydney dan Melbourne. COVID-19 telah menyebabkan migrasi orang dari Sydney ke kota regional yang lebih kecil dengan orang yang mencari lebih banyak ruang; hal ini telah menciptakan kekurangan perumahan di kota-kota regional, memperburuk pencapaian rumah bagi penduduk yang ada.
- Kota Lapis Pertama dan Kedua di Tiongkok Daratan: Serupa dengan temuan tahun lalu, kota-kota di Tiongkok Daratan termasuk yang terendah dalam hal pencapaian rumah. Harga rumah terkait erat dengan pasokan perumahan baru untuk peningkatan populasi.
- Hong Kong SAR: Harga rumah turun secara substansial pada tahun 2022, kembali ke harga tahun 2017, terutama disebabkan oleh penurunan populasi dan kenaikan suku bunga hipotek.
- India: Di antara delapan kota yang diteliti di India, Mumbai memiliki harga rumah rata-rata tertinggi per meter persegi sebesar US$3.383, dengan Delhi NCR tertinggal jauh di belakang dengan US$1.358. Dibandingkan dengan negara berkembang lainnya, harga rumah di India relatif murah dibandingkan dengan pendapatan rata-rata rumah tangga.
- Indonesia: Persediaan perumahan di Jakarta sebagian besar berupa rumah tapak, yang berkontribusi terhadap perluasan kota dan kemacetan lalu lintas yang parah serta memperburuk tingkat penurunan muka tanah karena sebagian besar rumah tapak bergantung pada air tanah.
- Jepang: Sewa bulanan rata-rata kota-kota Jepang relatif terhadap pendapatan rata-rata rumah tangga adalah yang terendah di antara semua kota dalam laporan. Rata-rata sewa bulanan berkisar antara US$350 di Osaka hingga US$602 di Tokyo Ku. Hal ini disebabkan relatif banyaknya perumahan yang tersedia untuk disewa akibat populasi yang menua dan pembentukan rumah tangga baru yang terbatas.
- Filipina: Meskipun Metro Manila memungkinkan FAR (Floor to Area Ratio) yang tinggi sebesar 16 atau bahkan lebih tinggi, Metro Manila menderita keterbatasan stok perumahan dan infrastruktur transportasi perkotaan yang buruk untuk sejumlah profesional muda yang berkembang pesat. Pemerintah baru-baru ini memulai kampanye ambisius untuk membangun 1 juta rumah per tahun selama lima tahun ke depan.
- Korea Selatan: Penurunan harga rumah baru-baru ini telah menimbulkan masalah bagi ‘Jeonse’, bentuk unik dari persewaan rumah di Korea Selatan di mana penyewa memasang deposit sekaligus sebanyak 70-80% di muka alih-alih membayar sewa bulanan selama masa sewa periode. Dengan menurunnya harga rumah dalam beberapa bulan terakhir, semakin banyak pemilik ‘jeonse’ yang tidak dapat mengembalikan deposit kepada penyewa saat masa sewa berakhir.
- Vietnam: Rumah di Ho Chi Minh City adalah yang paling tidak terjangkau kedua, dengan 32,5 kali pendapatan bulanan rata-rata rumah tangga. Banyak pembeli rumah adalah investor spekulatif yang memiliki banyak unit, yang selanjutnya menaikkan harga rumah.
Laporan ringkasan Indeks Keterjangkauan Rumah Asia Pasifik 2023 dapat ditemukan di platform Knowledge Finder ULI.
Recent Comments