HONG KONG, CHINA – Media OutReach – Kebijakan pemerintah AS saat ini berdasarkan pada slogan “Menjadikan Amerika Jaya Kembali” yang diusung oleh Presiden Trump selama kampanye pemilihan, dimana ia berkeinginan membawa kembali Investasi dan produksi ke Amerika Serikat. Apakah itu memberlakukan tarif 550 miliar USD produk produk Cina atau bahkan pemotongan pajak, Presiden Trump yakin bahwa kebijakan ekonominya itu berhasil. Namun, sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan oleh CUHK Business School menemukan bahwa segalanya tidak berjalan seperti yang diharapkan Trump.

Studi yang dilakukan bersama oleh Profesor Jing Wu, Asisten Profesor Departemen Ilmu Keputusan dan Ekonomi Manajerial di CUHK Business School, mahasiswa PhD Miaozhe Han dan Prof. Ben Charoenwong, Asisten Profesor Keuangan di National University of Singapore Business School, merangkumnya dalam Penelitian “Tidak kembali Rumah: Dampak Perdagangan AS dan Ketidakpastian Kebijakan Ekonomi Global pada Jaringan Produksi”.

Seperti diketahui, Presiden Trump memberlakukan tarif pada produk-produk Cina pada kuartal pertama 2018, sehingga menimbulkan Perang dagang Cina-AS, yang seja itu semakin meningkat. China dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian tahap pertama untuk sementara menangguhkan sengketa perdagangan pada Januari tahun ini. “Bahkan sebelum dimulainya perang dagang, Presiden Trump mengeluarkan banyak pandangan yang berbeda tentang apakah akan mencapai perjanjian perdagangan dengan China. Namun pernyataannya sering berubah, terkadang perang dan terkadang damai,” kata Profesor Wu.

Meskipun penelitian akademik dan diskusi kebijakan yang ada berfokus pada pengaruh tarif pada rantai nilai global, ada beberapa studi empiris tentang pengaruh ketidakpastian seputar perdagangan dan kebijakan ekonomi lainnya terhadap keputusan produksi.

Profesor Wu menjelaskan, di satu sisi, perusahaan yang ingin menghindari risiko dapat menemukan pemasok dan pelanggan cadangan untuk mencoba mendiversifikasi beberapa ketidakpastian, di sisi lain, ketidakpastian ini dapat menghambat motivasi investasi luar negeri dan mendorong perusahaan untuk mengalihkan Jaringan produksi bergerak ke area yang lebih mereka kenal.

Para peneliti mempelajari korelasi antara berbagai jenis ketidakpastian kebijakan ekonomi dan rantai nilai global perusahaan. Profesor Wu dan timnyasecara khusus mempertimbangkan tiga jenis ketidakpastian, Pertama Ketidakpastian kebijakan perdagangan Amerika diciptakan oleh pengenaan tarif, bea, hambatan impor serta subsidi pemerintah. Kedua Ketidakpastian kebijakan ekonomi Amerika dari perubahan seperti kode pajak dan kebijakan moneter dan fiskal. Ketiga, ketidakpastian kebijakan ekonomi dari tindakan yang menargetkan negara asing tertentu. Peneliti memilik tujuan untuk mengetahui apakah ketidakpastian perdagangan dapat benar-benar menarik perusahaan untuk memindahkan jaringan produksi mereka pulang ketika ketidakpastian perdagangan meningkat.

Condong ke luar negeri

“Kami telah menemukan bahwa kebijakan perdagangan AS menjadi semakin tidak menentu, yang telah mendorong perusahaan-perusahaan Amerika untuk berproduksi di luar negeri, yang tidak sesuai dengan asumsi bahwa perusahaan-perusahaan akan merelokasi jalur-jalur produksi ke daerah-daerah yang lebih aman. Peningkatan jumlah pemasok di luar negeri telah berubah, Rasio pemasok lokal relatif kecil. Fenomena tidak kembali ke tanah air ini bertentangan dengan kebijakan Presiden Trump tentang mengembalikan jalur produksi perusahaan-perusahaan Amerika ke Negaranya sendiri,” terang Profesor Wu.

Para peneliti memeriksa semua perusahaan AS yang diperdagangkan secara publik dari April 2003 hingga Desember 2018, menggunakan indeks untuk mengukur ketidakpastian kebijakan perdagangan. Indeks melonjak mendekati pemilihan presiden yang ketat, serangan 9/11, sengketa plafon 2011 dan sengketa signifikan lainnya tentang kebijakan fiskal.

“Temuan kami yang paling penting adalah bahwa menghadapi ketidakpastian ekonomi dan kebijakan yang berkembang, perusahaan-perusahaan AS akan menyesuaikan hubungan rantai pasokan global daripada menunggu ketidakpastian berubah menjadi peristiwa aktual. Dalam contoh baru-baru ini dari perang dagang AS-Cina, kami menemukan bahwa tindakan penyesuaian rantai pasokan perusahaan-perusahaan Amerika dimulai dari kampanye presiden Trump yang dimulai pada Juni 2015, jauh sebelum 22 Maret 2018, ketika Presiden Trump menandatangani sebuah memorandum untuk memulai perang dagang,” jelas Prof. Wu.

Disaat perusahaan tengah berusaha untuk melakukan diversifikasi dari risiko ekonomi khusus ke negara tertentu, dalam hal ini Cina, mereka mentransfer rantai pasokan mereka ke daerah-daerah dengan ketidakpastian yang lebih sedikit.

Sebagai contoh, para peneliti menemukan bahwa Chevron, perusahaan energi multinasional Amerika, menghentikan hubungan operasional mereka dengan segelintir perusahaan yang terkait dengan industri minyak di China antara 2015 dan 2018. Pada saat yang sama, Chevron juga menghentikan operasi dengan sekitar 185 pemasok AS. termasuk perusahaan bahan bakar dan energi SPX dan DXP. Sebagai gantinya, Chevron mulai menggunakan pemasok di negara lain termasuk Vietnam, Kolumbia, Spanyol, dan Sri Lanka. Perusahaan-perusahaan besar AS lainnya seperti pengecer mode L Brands, Marriott International dan Dana Holding juga meningkatkan pemasok asing non-Cina mereka menjadi 166% dari 2014 hingga 2015, sebagian besar dengan perusahaan di Korea Selatan, Vietnam dan Malaysia.

“Perusahaan-perusahaan AS mengurangi basis pemasok domestik pada tingkat yang besar dan mencari lebih banyak pemasok di luar negeri setelah pemilihan Trump. Sementara itu, kami menemukan China, negara yang secara khusus terkena kebijakan Trump, menderita tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dalam menerima pesanan dari perusahaan-perusahaan AS, namun, negara-negara lain dengan tingkat ketidakpastian yang lebih rendah, seperti Vietnam dan Indonesia di Asia Tenggara, dan Brasil dan Chili di Amerika Latin, telah diuntungkan dari hal ini, dan produksinya terus meningkat,” kata Profersor Wu.

Hitungan Kompleksitas

Temuan utama lain dari penelitian ini adalah bahwa perusahaan dengan rantai produksi yang lebih kompleks dan perusahaan yang lebih peka terhadap lingkungan bisnis di AS lebih cenderung mengambil tindakan pencegahan dan merelokasi produksi di tempat lain jauh sebelum sengketa perdagangan yang sebenarnya terjadi. Studi tersebut mengutip perusahaan teknologi multinasional A.S. Apple, yang menurunkan saham pemasok domestiknya dari 33% pada 2014, menjadi 30% pada 2016 dan selanjutnya 27% pada 2018.

Profesor Wu menjelaskan: “Karena rantai produksi yang berbeda tidak dapat saling menggantikan, ketidakstabilan dalam hubungan apa pun akan merusak produksi normal perusahaan. Oleh karena itu, mereka sangat sensitif terhadap ketidakpastian lingkungan bisnis.”

Studi ini menemukan bahwa ketika ketidakpastian dalam kebijakan ekonomi yang tidak terkait perdagangan meningkat, perusahaan-perusahaan Amerika cenderung melakukan yang sebaliknya dan mengecilkan rantai pasokan luar negeri mereka. Para peneliti percaya bahwa ini kemungkinan besar karena kebijakan ekonomi yang tidak terkait dengan perdagangan sering diterapkan selama krisis ekonomi, ketika perusahaan biasanya mengurangi produksi, dan selama periode ini, pemasok luar negeri lebih cenderung terputus.

“Karena irreplaceability antara rantai produksi yang berbeda, ketidakstabilan dari setiap link akan membawa kerusakan pada produksi normal perusahaan-perusahaan tersebut. Dengan demikian mereka lebih sensitif terhadap ketidakpastian lingkungan bisnis,” jelas Prof. Wu.

Adapun peningkatan ketidakpastian kebijakan ekonomi yang tidak terkait perdagangan, studi ini menemukan bahwa perusahaan-perusahaan AS cenderung bereaksi sebaliknya dengan meningkatkan kembali rantai pasokan luar negeri mereka. Para peneliti berpendapat bahwa ini mungkin karena kebijakan ekonomi yang tidak terkait dengan perdagangan cenderung diumumkan selama periode kinerja ekonomi yang buruk, ketika perusahaan berusaha untuk mengurangi produksi, dan hubungan pemasok asing lebih mungkin terputus pada saat-saat seperti itu.

Profersor Wu mengatakan Kesimpulan tentang ketidakpastian kebijakan perdagangan juga berlaku untuk perusahaan China. Mereka telah mengamati bahwa perusahaan seperti Sseperti Sinopec, Petro China dan China Southern Airlines telah secara signifikan mengurangi penggunaan pemasok dari AS setelah 2015. tetapi pada saat yang sama memulai rantai pasokan baru di negara lain seperti Malaysia dan Brasil.

“Kami telah menemukan bahwa meningkatnya prospek ekonomi dan ketidakpastian kebijakan akan merugikan nilai perusahaan. Dampak negatif akan menyebar ke perusahaan lain melalui rantai pasokan, dan perusahaan-perusahaan ini tidak secara langsung terkait dengan daerah-daerah dengan ketidakpastian. Ada hubungannya. Memindahkan rantai pasokan ke suatu negara atau wilayah dengan ketidakpastian rendah juga mahal. Kesulitan lain mungkin adalah peningkatan mendadak pesanan dan kenaikan biaya tenaga kerja, tetapi kapasitas pabrik kewalahan,” tutupnya.

Bahan Rujukan:

Charoenwong, Ben and Han, Miaozhe and Wu, Jing, Not Coming Home: Trade and Economic Policy Uncertainty in American Supply Chain Networks (February 7, 2020). Available at SSRN: https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=3533827

Artikel ini telah diterbitkan oleh CUHK Business School di website China Business Knowledge (CBK) melalui link berikut: https://bit.ly/31y8jIE.