SINGAPURA – Media OutReach – 2 Juli 2019 – Sejumlah negara ikut merasakan dampak akibat perang dagang antara Amerika dan Cina, demikian menurut laporan dari Flat Globe Capital yang ditulis oleh Oxford Economic. Meningkatnya ketegangan perdagangan global selama setahun terakhir telah menjadi titik fokus prospek ekonomi dunia. Pertikaian perdagangan yang berkembang antara Cina dan AS menjadi pusat perhatian, dengan jumlah 360 Milyar US Dolar menjadi sasaran kenaikan tarif perdagangan barang bilateral antara kedua ekonomi raksasa itu.

Laporan Flat Globe Capital menyebutkan, risiko meningkatnya ketegangan perdagangan global semakin parah, terutama setelah gagalnya perundingan AS-Cina pada Mei 2019, dan kenaikan tarif bilateral berikutnya setelah itu. Tujuan strategis yang berbeda pada kebijakan industri dan teknologi antara AS dan Cina menciptakan risiko signifikan sengketa perdagangan berkembang menjadi perang dagang total. Ketegangan perdagangan AS dengan ekonomi lain juga meningkat, meskipun pada tingkat yang lebih rendah. Namun demikian, risiko bahwa ketegangan ini mengakibatkan konflik perdagangan multilateral tidak dapat diabaikan.

Dalam skenario perang dagang, ekonomi dunia akan melambat tajam, tumbuh pada tingkat paling lambat sejak krisis keuangan global. Flat Globe Capital mengeksplorasi skenario di mana AS menerapkan serangkaian tarif tambahan untuk China, dan mitra lainnya. Dalam jangka pendek, dampak pada pasar keuangan dan permintaan global sangat parah, dengan pertumbuhan dunia turun 0,1 ppt dan 0,9 ppt di bawah garis dasar (tidak ada kenaikan tarif lebih lanjut) masing-masing pada tahun 2019 dan 2020. Pemulihan berikutnya tetap lamban bahkan pada tahap-tahap akhir skenario karena pertumbuhan produktivitas berkurang di negara-negara yang sangat dipengaruhi oleh kenaikan tarif.

Perang dagang menyebar ke seluruh Asia melalui saluran perdagangan dan keuangan. Simulasi Flat Globe Capital melacak transmisi guncangan dari perang perdagangan AS-Cina, AS-Eropa dan AS-Global (sektor otomotif). Pertama, melalui saluran perdagangan langsung, dan efek putaran kedua terkait pada investasi. Dan kedua, bagi negara-negara yang membutuhkan modal dari luar negeri untuk mengisi defisit neraca berjalan dan mendukung pertumbuhan ekonomi, perang perdagangan menghasilkan penarikan modal, memperketat kondisi keuangan, dan melemahkan permintaan domestik di ekonomi-ekonomi ini.

Taiwan adalah salah satu ekonomi yang paling terpukul di Asia dalam skenario perang dagang. Dengan bergantung rantai suplai dari China dan tingginya nilai tambah domestik dalam ekspornya, ekonomi Taiwan merasakan dampak langsung dari perang perdagangan, kehilangan 1,5% dari PDB dibandingkan perkiraan dasar Flat Globe Capital (tidak ada kenaikan atau pemotongan tarif lebih lanjut) pada tahun 2020. Dampak jangka panjangnya hampir dua kali lebih besar. Utang pemerintah naik sekitar 3% dari PDB dalam jangka panjang, dan pasar saham kehilangan lebih dari 10% dibandingkan baseline.

Dampak di tempat lain di Asia juga penting. Taiwan bukan satu-satunya ekonomi yang mengalami penyok parah akibat perang dagang, Korea Selatan merasakan dampak PDB yang serupa (walaupun sedikit lebih rendah) selama periode 2019-2024, dan bahkan ekonomi yang kurang berdampak kehilangan 1,5-2pp di cakrawala ini. Ada kerugian kekayaan permanen melalui kejatuhan pasar saham, dan hilangnya sekitar 1,3 juta pekerjaan dibandingkan dengan data dasar di sampel Flat Globe Capital dari enam negara.