BANGKOK, THAILAND – Media OutReach Newswire – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, Riset, dan Inovasi Thailand (Ministry of Higher Education, Science, Research and Innovation / MHESI), melalui National Innovation Agency (NIA), merilis tinjauan strategis mengenai ekosistem startup FoodTech di Thailand. Laporan ini menyoroti potensi besar Thailand untuk menjadi pemimpin global dalam inovasi pangan.

Dokumen baru berjudul “Thailand FoodTech Ecosystem Whitepaper 2025”, yang dikembangkan bersama BioBuddy, menyoroti kekuatan utama, tantangan, serta arah masa depan Thailand dalam memanfaatkan inovasi untuk membangun sistem pangan yang tangguh dan inklusif. Upaya ini memperkuat visi jangka panjang negara tersebut sebagai “Dapur Dunia” (Kitchen of the World).

Dr. Krithpaka Boonfueng, Direktur Eksekutif National Innovation Agency (NIA), menjelaskan bahwa menurut peringatan dari Food and Agriculture Organization (FAO), dunia harus meningkatkan produksi pangan lebih dari 60% untuk memenuhi kebutuhan populasi yang terus bertambah. Namun, keamanan pangan bukan hanya soal kuantitas, melainkan juga tentang gizi, keamanan, dan akses yang merata, bahkan di tengah krisis ekonomi atau ketidakstabilan iklim. Tantangan-tantangan ini menjadikan FoodTech sebagai solusi kunci bagi masa depan, dengan menghadirkan cara-cara inovatif untuk menjamin kelangsungan hidup planet melalui sistem pangan yang berkelanjutan dan inklusif.

“Thailand memiliki potensi besar untuk muncul sebagai pusat FoodTech global, yang digerakkan oleh regenerasi sumber daya, lingkungan, dan ekonomi. FoodTech berada di jantung ambisi Thailand untuk mengubah cara pangan diproduksi dan dikonsumsi. Melalui inovasi, kita dapat memastikan setiap sumber daya, dari air hingga tanah, digunakan secara bertanggung jawab untuk menciptakan sistem pangan yang menyehatkan masyarakat sekaligus melindungi bumi,” ungkap Dr. Krithpaka, dalam rilis, Jumat (31/10/2025).

Ekosistem FoodTech Thailand memiliki fondasi kuat: sumber daya alam yang melimpah, tenaga kerja terampil, serta lokasi strategis sebagai gerbang ASEAN. Basis pertanian yang tangguh, ekspor pangan yang beragam, dan komitmen terhadap ketahanan pangan semakin memperkuat posisi Thailand untuk meraih sukses di sektor ini.

Peningkatan permintaan konsumen, terutama di kawasan perkotaan seperti Bangkok, telah menginspirasi generasi baru wirausahawan muda untuk terjun ke bisnis pangan. Kolaborasi yang semakin erat antara sektor swasta dan startup juga mencerminkan kematangan ekosistem inovasi di negara tersebut.

Namun, tantangan tetap ada. Sebagian besar produksi pangan Thailand masih kurang memiliki nilai tambah dari inovasi. Rantai pasok yang terfragmentasi, keterbatasan akses pengetahuan bagi petani kecil, dan lemahnya jaringan kolaborasi memperlambat kemajuan sektor ini.

Para ahli juga mencatat bahwa investasi R&D Thailand, yang saat ini sekitar 1% dari PDB, masih tergolong rendah. Regulasi yang kompleks serta keterbatasan modal ventura menjadi penghambat bagi startup FoodTech tahap awal. Transfer teknologi antara universitas, lembaga riset, dan sektor swasta juga masih kurang berkembang, membatasi pertumbuhan deep-tech dalam ilmu dan pemrosesan pangan.

Analis industri memperingatkan bahwa tanpa dukungan kebijakan berkelanjutan dan investasi lintas sektor, startup FoodTech Thailand berisiko kehilangan momentum terhadap negara-negara tetangga yang memiliki ekosistem keuangan dan jalur R&D yang lebih kuat.

Dr. Krithpaka menambahkan, Whitepaper tersebut mengidentifikasi tujuh segmen startup yang berada di garis depan inovasi FoodTech global, masing-masing dengan potensi besar bagi ekosistem Thailand untuk berkembang dan menarik investasi:

  1. Makanan Inovatif & Ilmu Pangan – Pengembangan bahan dan produk pangan baru, termasuk produk nabati, daging hasil kultur, dan solusi nutrisi fungsional.
  2. Rantai Pasok & Ketertelusuran – Digitalisasi dan otomatisasi logistik untuk menjamin keamanan dan transparansi pangan dari petani hingga konsumen.
  3. Pengelolaan Limbah Pangan & Air – Solusi sirkular dan terbarukan untuk meminimalkan limbah makanan dan air.
  4. E-Commerce, Layanan Pengiriman & Paket Makanan – Transformasi akses dan konsumsi makanan melalui logistik pintar dan platform pengiriman.
  5. Masa Depan Ritel & Restoran – Pembaruan industri perhotelan dengan teknologi robotika, AI, dan cloud kitchen.
  6. Teknologi Konsumen – Memberdayakan konsumen melalui perangkat dapur pintar, nutrisi personal, dan integrasi kesehatan digital.
  7. PetFoodTech – Inovasi nutrisi hewan peliharaan melalui kustomisasi berbasis teknologi dan sumber bahan berkelanjutan.

Contoh startup di ekosistem Thailand antara lain Advanced Green Farm (Flo) dengan valuasi THB 0,93 juta dan pendanaan USD 800.000; LINE MAN Wongnai, platform ulasan dan pengiriman makanan pertama di Thailand yang mencapai status unicorn; serta Dernua, inovator lokal yang memproduksi ikan fermentasi bubuk.

Ketujuh kategori ini menunjukkan kesiapan Thailand untuk berpartisipasi dalam transformasi global sistem pangan, mulai dari produksi dan konsumsi hingga keberlanjutan dan inovasi kesehatan.

“Dukungan pemerintah terhadap inovasi FoodTech semakin menguat. Inisiatif utama NIA antara lain SPACE-F, platform startup FoodTech global pertama di Asia yang mendorong inovasi dalam protein alternatif, kemasan berkelanjutan, dan pengurangan limbah pangan, serta program akselerator Thai Kitchen, yang mengubah bahan dan resep tradisional Thailand menjadi produk bernilai tinggi siap ekspor,” lanjut Dr. Krithpaka.

Inisiatif-inisiatif ini mencerminkan kolaborasi lintas sektor yang semakin luas di Thailand, melibatkan startup, korporasi, akademisi, dan lembaga pemerintah. Semuanya selaras dengan kerangka strategi NIA — “Create the Dot, Connect the Dot, Value Creation” — yang mendorong inovasi berkelanjutan di seluruh rantai nilai pangan, sekaligus memperkuat identitas global Thailand sebagai “Kitchen of the World.”

https://www.nia.or.th