HONG KONG SAR – Media OutReach Newswire – Dalam sebuah kolaborasi langka antara para ahli ekonomi dan lingkungan, tiga studi penting yang dirilis hari ini oleh ADM Capital Foundation, HKUST, dan WWF-Hong Kong menghadirkan visi transformatif, yaitu Hong Kong dapat merevolusi dirinya menjadi pusat ekonomi biru terkemuka di Asia.

Ketiga laporan tersebut, Port 1.0 to Port 2.0 (HKUST), Blue Finance for a Blue Economy (ADMCF), dan Valuing the Invaluable Blue (WWF-Hong Kong), sepakat bahwa kota ini memiliki peluang unik pada momen ini, di mana:

  • Reformasi pelayaran global membuka peluang bagi kepemimpinan dalam pembiayaan ekonomi biru
  • Pengembangan kembali pelabuhan dapat mengintegrasikan nilai ekologi dan ekonomi
  • Ekosistem laut, yang selama ini kurang dihargai, merupakan kunci kemakmuran dan ketahanan regional

Reformasi Pelayaran Global dan Peluang bagi Hong Kong. Mandat emisi nol bersih dan penetapan harga karbon dari Organisasi Maritim Internasional (IMO) akan memaksa peningkatan armada, transisi bahan bakar, dan membawa risiko finansial baru. Paralel dengan itu, PBB telah mengumumkan kerangka kerja ambisius untuk keanekaragaman hayati yang harus tercapai pada tahun 2030. Hong Kong sendiri berupaya mengukuhkan kembali posisinya sebagai kekuatan maritim. Keselarasan ini, menurut para penulis, menciptakan peluang luar biasa untuk mentransformasi kota ini menjadi pemimpin ekonomi biru berkelanjutan di Asia. Inti transformasi ini adalah konsep ‘Port 2.0’ — sebuah visi baru yang membayangkan perairan Hong Kong sebagai antarmuka multifungsi yang menghubungkan laut, daratan, kota, teknologi, dan masyarakat, sekaligus menjadi platform inovasi, pelestarian lingkungan, dan kehidupan sipil.

“Yang membuat momen ini luar biasa adalah bagaimana elemen-elemen tersebut berpadu dengan keunggulan unik Hong Kong. Ekosistem keuangan kelas dunia kami mampu menggerakkan miliaran dolar yang dibutuhkan untuk dekarbonisasi maritim. Posisi strategis kami menjadikan Hong Kong pusat alami bisnis pelayaran hijau di Asia. Infrastruktur pelabuhan yang ada juga menjadi tempat uji coba ideal untuk solusi inovatif,” jelas Christine Loh, Chief Development Strategist di Institute for the Environment, HKUST, sekaligus penulis laporan From Port 1.0 to Port 2.0: Hong Kong’s Next Leap to Evolving a Blue Economy Vision.

Status Hong Kong sebagai pusat modal terbesar ketiga di dunia memberinya potensi tak tertandingi untuk mempelopori pembiayaan ekonomi biru. Laporan Blue Finance dari ADMCF menyoroti instrumen seperti obligasi biru yang mampu menggerakkan modal untuk mendukung dekarbonisasi pelabuhan, akuakultur berkelanjutan, dan ekowisata laut—menjadikan Hong Kong pusat ekonomi biru terdepan di Asia, yang menyelaraskan perlindungan laut dengan kemakmuran ekonomi. Pada 2023 terjadi lonjakan penerbitan obligasi biru, diikuti pertumbuhan berkelanjutan di 2024, dengan Asia sebagai wilayah penerbit terbesar—dipimpin oleh China.

“Jika Hong Kong menerbitkan obligasi biru, ini bukan hanya akan menandakan komitmen kota untuk meningkatkan statusnya sebagai pusat maritim internasional terkemuka, tetapi juga mempercepat pertumbuhan pembiayaan biru, memastikan masa depan di mana kemakmuran ekonomi dan ketahanan laut berjalan beriringan,” jelas Kate Martin, penulis utama laporan dan konsultan keuangan berkelanjutan ADMCF.

Potensi ini sejalan dengan hasil riset inovatif Valuing the Invaluable Blue. Studi yang dipesan WWF dan dilakukan oleh Chinese Academy of Sciences ini, untuk pertama kalinya mengkuantifikasi nilai moneter luar biasa dari ekosistem pesisir Greater Bay Area—menunjukkan Produk Ekosistem Bruto (Gross Ecosystem Product, GEP) sebesar RMB 4,9 triliun, setara dengan lebih dari 35% dari PDB wilayah tersebut, dengan 73% berasal dari ekosistem laut.

“Penilaian ini menunjukkan kontribusi ekonomi kritis dari ekosistem laut kita yang sering terabaikan. Dari pengaturan iklim hingga mitigasi bencana, sistem alami ini menyediakan layanan senilai lebih dari sepertiga PDB regional kita, layanan yang harus diperhitungkan dalam pengambilan keputusan pembangunan dan menjadi landasan perencanaan ekonomi biru. Lebih jauh, studi kami menunjukkan Hong Kong memiliki posisi unik untuk mengadopsi kerangka akuntansi ekosistem ini. Dengan data yang kuat, keselarasan kebijakan, dan kesiapan teknis, kita dapat melokalkan dan menginstitusikan akuntansi GEP laut untuk memandu perencanaan, investasi, dan konservasi,” ungkap Lydia Pang, Kepala Konservasi Laut di WWF-Hong Kong.

Fokus gabungan para penulis pada visi ekonomi biru mengintegrasikan pengembangan pelabuhan dengan konservasi laut, keanekaragaman hayati, ketahanan iklim, rekreasi, dan pemanfaatan sumber daya laut secara bertanggung jawab. Ini membangun warisan kepemimpinan kebijakan maritim China selama puluhan tahun, di mana kerangka kerja komprehensif, mulai dari sistem GEP laut hingga instrumen pembiayaan biru, telah meletakkan fondasi bagi pembangunan maritim berkelanjutan.

“Jendela kesempatan untuk mengembangkan ekonomi biru yang berkelanjutan dan menempatkan diri sebagai pemimpin global dalam perdagangan maritim berkelanjutan terbuka sekarang, tetapi tidak akan berlangsung selamanya. Pertanyaannya bukan apakah kita bisa mengambil peluang ini, tapi apakah kita mau,” komentar Sophie le Clue, CEO di ADMCF.