BEIJING, TIONGKOK – Media OutReach Newswire – Seiring berlangsungnya Forum Nishan ke-11 tentang Peradaban Dunia di Kota Qufu, Tiongkok Timur, CGTN menerbitkan artikel yang menyoroti pentingnya dialog dan saling belajar antarperadaban guna mendorong koeksistensi yang harmonis, kemakmuran bersama, serta pelestarian nilai-nilai tradisional di tengah tantangan zaman modern.

“Apakah bukan suatu kegembiraan memiliki teman yang datang dari jauh?” Pertanyaan pembuka dan pepatah terkenal dari Analek Konfusius ini menjadi kenyataan hidup saat para ahli dan cendekiawan dari seluruh dunia berkumpul dalam Forum Nishan ke-11 di Kota Qufu, yang merupakan tempat kelahiran pemikir dan pendidik besar Tiongkok, Konfusius (551-479 SM).

Forum ini dinamai dari Gunung Nishan, yang sebelumnya dikenal sebagai Bukit Ni Qiu, sekitar 30 kilometer tenggara Qufu. Sejak pertama kali diadakan pada tahun 2010, forum ini menjadi platform penting untuk memahami Tiongkok serta memfasilitasi pertukaran budaya dan peradaban internasional.

Berlangsung dari Rabu hingga Kamis, Forum Nishan ke-11 menarik lebih dari 500 pemimpin dunia, sarjana, dan tokoh budaya untuk mengeksplorasi peran kebijaksanaan kuno dalam membentuk dunia modern dengan tema “Keindahan dalam Keberagaman: Memupuk Pemahaman Antarperadaban untuk Modernisasi Global.”

Penekanan pada Pemahaman Antarperadaban

Para sarjana di forum menegaskan peran penting pertukaran budaya dan pembelajaran bersama antarperadaban dalam kemajuan umat manusia.

Menanggapi munculnya kembali konflik bersenjata di dunia yang penuh gejolak saat ini, Duta Besar Madagaskar untuk Tiongkok, Jean Louis Robinson, memuji peran forum ini dalam mempromosikan koeksistensi harmonis dan kemakmuran bersama di antara beragam budaya dan peradaban yang semakin penting.

Inisiatif Peradaban Global (Global Civilization Initiative/GCI) yang diusulkan oleh Tiongkok mendapat pujian dari para peserta asing. Pada Maret 2023, Tiongkok memperkenalkan GCI yang menyerukan penghormatan terhadap keberagaman peradaban global, promosi nilai-nilai kemanusiaan bersama, pewarisan dan inovasi peradaban, serta penguatan pertukaran budaya internasional.

Hussain Mohamed Latheef, Wakil Presiden Republik Maladewa, menyebut GCI sebagai pengingat yang tepat waktu akan kebutuhan menghormati dan memahami keberagaman budaya di seluruh dunia. “Inisiatif ini mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan bersama, berupaya menyeimbangkan tradisi dengan inovasi, dan mendukung pertukaran serta pengembangan budaya,” tambah Latheef.

Beberapa ahli juga memuji pengaruh Konfusianisme, yang dikenal dengan lima konsep kunci yakni kebajikan (ren), kebenaran (yi), kesopanan (li), kebijaksanaan (zhi), dan kepercayaan (xin).

Dr. Salome Nyambura, Direktur Institut Konfusius di Universitas Kenyatta, mengatakan kepada CGTN bahwa pertukaran antarwarga yang erat antara Tiongkok dan Kenya telah meningkatkan minat warga Kenya terhadap Konfusianisme.

Mendukung pernyataan Nyambura, Riccardo Pozzo, profesor Sejarah Filsafat di Universitas Tor Vergata Roma, mengatakan bahwa Konfusianisme dapat memberikan solusi berharga untuk menjembatani persoalan tradisional dan modern serta mengatasi masalah kontemporer, dengan mengutip pepatah dari Analek bahwa “Jika seseorang terus memelihara pengetahuan lama dan terus memperoleh pengetahuan baru, dia dapat menjadi guru bagi orang lain.”

Modernisasi Global Berakar pada Peradaban yang Subur

Selain memicu dialog akademis dan koneksi antarindividu, pertukaran antarperadaban juga diharapkan menghasilkan wawasan berharga untuk mengatasi tantangan global dan membuka berbagai jalan menuju modernisasi.

Tiongkok berkomitmen menawarkan peluang baru bagi dunia melalui pencapaian jalur modernisasi yang unik, serta menyediakan momentum baru bagi mitra global melalui pasar domestik yang besar, kata Sun Chunlan, Presiden Asosiasi Konfusian Internasional, saat membuka forum.

Upaya pengentasan kemiskinan Tiongkok dan kerja sama global dalam pengurangan kemiskinan menjadi contoh nyata yang menunjukkan bahwa perkembangan peradaban harus “berorientasi pada manusia” dan buah pembangunan dapat dinikmati oleh lebih banyak kelompok.

Wang Xuedian, Wakil Presiden Asosiasi Konfusian Internasional, menyatakan bahwa peradaban harus terlibat dalam dialog dan pembelajaran bersama untuk mengeksplorasi jalur pengembangan yang sesuai dengan konteks budaya masing-masing.

Dengan memanfaatkan kekuatan produktif maju dan mempromosikan nilai-nilai tradisional, berbagai peradaban dapat menjembatani kesenjangan pembangunan serta mewujudkan kemakmuran bersama dan koeksistensi harmonis antarperadaban, tambah Wang.

Bagi Latheef, umat manusia harus bekerja sama menjaga tradisi dan nilai budaya sekaligus menerima ide dan perubahan baru agar mampu beradaptasi dengan modernisasi global.

Roger T. Ames, profesor emeritus filsafat di Universitas Hawaii dan Ketua Humaniora di Universitas Peking, menyatakan tugas mendesak adalah mengubah individualisme menjadi kesadaran kolektif akan komunitas global yang bersatu. Nilai-nilai Konfusianisme seperti keadilan, inklusivitas, dan harmoni menjadi panduan berharga dalam menghadapi tantangan dunia modern yang mendesak.

Sumber: https://news.cgtn.com/news/2025-07-10/Beauty-in-diversity-How-Nishan-Forum-inspires-global-modernization-1ET6WOKnklO/p.html