SINGAPURA – Media OutReach – Hanya 7% tenaga kerja di Asia saat ini lebih memilih aturan kerja penuh di lokasi. Sedangkan sebagian besar dari mereka menginginkan fleksibilitas dalam menyelesaikan pekerjaan. Demikian menurut laporan studi terbaru oleh Decoding Global Ways of Working Studi, yang dilakukan melalui kemitraanSEEK Asia (Perusahaan induk JobStreet), Boston Consulting Group (BCG) dan The Network. Studi ini melibatkan partisipasi sebanyak 66.624 responden di Asia, dari 209.000 peserta di 190 negara.

Sebagian besar responden Asia lebih suka bekerja dua hingga tiga hari dari jarak jauh setiap minggu, dengan dua pengecualian. 49% persen responden di Filipina lebih memilih untuk bekerja selama lima hari penuh dari jarak jauh. Penyebabnya bisa terkait dengan meningkatnya angka infeksi COVID-19, memburuknya situasi lalu lintas sebelum penguncian COVID, dan sistem transportasi umum yang tidak memadai. Di sisi lain, hanya 9 persen responden di Hong Kong yang tertarik pada aturan bekerja jarak jauh, hal itu disebabkan karena situasi rumah mereka, di mana rumah mereka tidak memiliki fasilitas ideal untuk dijadikan kantor.

Penelitian terbaru ini merupakan rilis kedua dari serangkaian publikasi yang berfokus pada dampak pandemi terhadap harapan dan pilihan yang lebih disukai dari pekerja. Data yang dikumpulkan untuk Decoding Global Ways of Working memberikan wawasan tentang preferensi pekerja berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tingkat keterampilan digital, dan posisi dalam hierarki pekerjaan.

Kompensasi keuangan saat ini menjadi manfaat utama jangka pendek dalam hal preferensi pekerjaan

Selain lokasi kerja dan praktik kerja, survei juga mengidentifikasi beberapa perubahan terkait hal yang dihargai orang di tempat kerja. Hubungan yang baik dengan rekan kerja mereka, disusul oleh kompensasi keuangan dalam bentuk gaji dan bonus, adalah hal yang dipertimbangkan oleh karyawan Asia dalam hal mempertahankan pekerjaan mereka saat ini. Pada tahun 2020, hubungan baik dengan atasan mereka menjadi keuntungan jangka pendek terpenting ketiga. Stabilitas keuangan pemberi kerja, pengembangan karir, pembelajaran dan pelatihan keterampilan, meski masih menjadi pertimbangan penting, kini peringkatnya lebih rendah dalam hal bobot.

Sikap pekerja baru tentang keragaman dan lingkungan

Pada tahun 2020, masalah rasial dan lingkungan telah mendapatkan sorotan internasional . Mayoritas pekerja Asia sekarang mengharapkan perusahaan mereka memperjuangkan tanggung jawab lingkungan serta keragaman dan inklusi. 79% responden menunjukkan bahwa masalah tanggung jawab lingkungan perusahaan menjadi lebih penting bagi mereka. Sentimen ini sangat kuat di antara pekerja di Indonesia (85%), Filipina (83%) dan Malaysia (80%). Saat ini, sekitar 7 dari 10 responden menghargai keragaman dan inklusi di tempat kerja. Masalah sosial bergema kuat dengan pekerja di Thailand (91%), Filipina (85%) dan Malaysia (83%).

Hampir 60% responden mengatakan bahwa mereka akan mengecualikan perusahaan yang tidak sesuai dengan keyakinan mereka pada tanggung jawab lingkungan saat mencari pekerjaan, Malaysia (65%), Indonesia (64%) dan Filipina (59%). Untuk keragaman dan inklusi, jumlahnya 57 persen – Hong Kong (67%), Malaysia (66%) dan Thailand (63%).

Ketergantungan yang meningkat pada perangkat digital

Dampak pandemi mempengaruhi cara orang berkolaborasi, alat yang mereka gunakan, dan kesejahteraan juga terpengaruh. Salah satu perubahan positif adalah meningkatnya ketergantungan dan fasilitas masyarakat terhadap perangkat digital dalam tugas pekerjaan mereka. Peningkatan penggunaan alat digital selama pandemi secara luas dicatat oleh negara-negara seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia.

Namun, kesejahteraan pekerja sedang menurun drastis. Karyawan dari Hong Kong dan Indonesia mengalami perubahan negatif pada kesejahteraan mereka, terutama dalam pekerjaan fisik atau sosial, di mana mereka harus terus bekerja secara langsung.

“COVID-19 telah mengubah dunia, hingga ke tingkat mikro. Pekerja di seluruh dunia telah mulai mengevaluasi ulang prioritas kerja mereka. Oleh sebab itu, perusahaan juga harus mengubah kebijakan kerja agar tetap menarik bagi talenta terbaik. Di dunia digital saat ini, mereka harus menjadi juara teknologi, memastikan akses mudah ke alat kolaborasi dan penyebaran infrastruktur yang kuat baik di kantor maupun di rumah. Kedua, mereka harus menjadikan kesejahteraan karyawan, keseimbangan kehidupan kerja, bimbingan, dan pengembangan karier sebagai bagian utama dari inti perusahaan mereka. Terakhir, mereka perlu menjadi panutan bagi karyawan, dengan upaya tanggung jawab sosial perusahaan yang berfokus pada penanganan masalah sosial atau lingkungan,” kata Peter Bithos, Chief Executive Officer, SEEK Asia.

Laporan lengkap dapat diunduh melalui: http://bit.ly/DecodingGlobalTalentReport2.