SINGAPURA – Media OutReach – Dalam rilis hasil survei terbarunya tentang ”Memprioritaskan Risiko dan Ketahanan untuk Masa Depan Pasca-COVID-19“, Aon plc, penyedia jasa profesional terkemuka asal Britania Raya yang menawarkan berbagai macam produk mitigasi resiko keuangan, termasuk asuransi, administrasi pensiun, dan asuransi kesehatan, mengungkapkan, perusahaan di kawasan Asia Pasifik lebih siap dalam merespon Pandemi dibandingkan dengan Mitra Global di negara-negara lain.

Survei tersebut dilakukan pada kuartal terakhir tahun 2020 dengan melibatkan lebih dari 500 peserta dari berbagai perusahaan di 41 negara di seluruh dunia. Hasil survei mengungkapkan bahwa memprioritaskan ulang risiko dan mengeksplorasi strategi manajemen risiko baru sekarang menjadi prioritas utama bagi bisnis. Selain itu, survei tersebut juga mengidentifikasi berdasarkan wilayah perbedaan dalam cara bisnis menanggapi krisis COVID-19.

Sebelum pandemi COVID-19, 52% responden di APAC sudah memiliki program perlindungan pandemi, dibandingkan dengan 31% perusahaan di Amerika Utara dan kurang dari 30% di EMEA dan LATAM. Organisasi di APAC juga lebih baik karena didukung oleh teknologi pelacakan dan penelusuran yang dijalankan negara dan telah membangun program pandemi yang lebih kuat dalam menanggapi ancaman serupa di masa lalu, seperti SARS dan Flu Babi. Survei tersebut menemukan bahwa di semua industri dan wilayah, melindungi orang dan aset adalah prioritas utama bagi para peserta.

Sejumlah besar organisasi dari semua wilayah melaporkan terkena dampak COVID-19 tetapi merasa bahwa mereka tetap tangguh, yaitu 57% bisnis di APAC, disusul oleh LATAM dan Amerika Utara, masing-masing sebesar 51%.

Responden APAC menunjukkan persentase percepatan inovasi yang lebih tinggi (12%), terutama pada masalah rantai pasokan, karena perbaikan kuat yang dilakukan saat mengelola krisis COVID-19. Hal ini sejalan dengan temuan survei bahwa responden dari kawasan APAC lebih siap menghadapi pandemi dibandingkan mereka yang berasal dari belahan dunia lain.

APAC juga melaporkan jumlah bisnis yang berkembang pesat selama pandemi secara signifikan lebih tinggi yaitu 11%, dibandingkan dengan 6% di wilayah lain. Selain itu, hanya 5% organisasi APAC yang mengatakan bahwa dampak pandemi sangat parah, yang dapat dikaitkan dengan kematangan risiko dan ketahanan serta kemampuan untuk mengejar peluang yang diciptakan oleh pandemi.

Tingkat infeksi pandemi yang berfluktuasi di dalam kawasan memengaruhi tahap bisnis bereaksi dan merespons, pemulihan, dan membentuk kembali. Sebagai contoh, Amerika Utara memiliki proporsi organisasi tertinggi dalam fase ‘pemulihan’ (59%), sedangkan APAC memiliki jumlah organisasi terendah dalam fase tersebut, dengan 39% organisasi.

Organisasi APAC melaporkan berada dalam fase “membentuk kembali” dalam jumlah yang lebih tinggi dari benchmark, yakni 36% organisasi APAC dibandingkan dengan 29% secara keseluruhan. Terlepas dari perbedaan ini, satu tema utama muncul, lebih dari setengah perusahaan yang disurvei secara global melaporkan bahwa mereka memperkirakan COVID-19 akan terus memengaruhi bisnis mereka setahun kedepan.

“Tidak diragukan lagi bahwa pandemi COVID-19 akan secara permanen mengubah cara perusahaan beroperasi. Ada jalan panjang yang harus ditempuh sebelum kita berada di ‘era pasca-COVID’, tetapi saat kita bergerak menuju fase pemulihan, perusahaan sekarang harus bertanya seperti apa manajemen risiko dan ketahanan harus terlihat di masa depan. Di antara prioritas utama bagi perusahaan yang ingin membentuk kembali bisnis mereka adalah penggunaan teknologi yang baru dan dipercepat, mengerahkan kembali sumber daya, perencanaan tenaga kerja, dan memikirkan kembali masa depan pekerjaan – ini hanyalah awal dari evolusi jangka panjang dalam manajemen risiko,” kata Rory Moloney, CEO, Global Risk Consulting, Aon, Rabu (3/2/2021).

“Respon pemerintah telah menjadi pengganti yang dibutuhkan untuk peristiwa global sebesar ini, tetapi survei kami mengungkapkan bahwa terdapat juga kebutuhan yang jelas akan solusi transfer risiko untuk mendukung upaya mitigasi perusahaan. Bagian dari perjalanan itu akan mengharuskan perusahaan untuk memikirkan kembali akses ke modal bersama risiko, selain kolaborasi berkelanjutan antara sektor publik dan swasta. Yang tidak kalah penting adalah bahwa industri asuransi berinovasi dalam menanggapi kebutuhan perusahaan yang terus berubah, meningkatkan volatilitas global, dan risiko yang muncul. Solusi asuransi yang berhasil setelah pandemi akan lebih gesit, strategis, tepat sasaran, dan terukur,” tambah Alastair Nicoll, Direktur Regional, Captive & Insurance Management, Global Risk Consulting, APAC, Aon.